Minggu, 07 September 2014

Dua Hari Ini

Ketika dua hari belakangan ini kamu menghilang dan tidak ada kabar, aku menyimpan rinduku dalam-dalam dan menunggumu menghubungi lebih dulu. Nyatanya kamu tidak sepeka itu, kamu entah sibuk dengan apa dan siapa, hingga begitu mudah menggeser aku dari hari-harimu. Aku tahu aku bukan siapa-siapa, mungkin aku hanya temanmu, sahabat karibmu, kawan ceritamu. Dan, jika memang betul kamu tidak menganggap aku serius, bisakah kamu berhenti memelukku ketika kita bertemu? bisakah kamu berhenti merangkulku dan berbisik rindu di telingaku? bisakah kamu tak lagi datang dan pergi seperti ini sehingga menambah luka baru dalam dadaku. Dua hari ketika kamu tidak disini, diam-diam aku menyimpan air mata yang tak kamu ketahui. Dengan alasan kamu sedang sibuk dengan pekerjaanmu, aku menerima kekalahanku yang pasti tidak akan terlihat penting dimatamu. Seperti biasa, aku berlanjut menunggumu, hingga aku lupa rasanya bosan. Karena semua luka dan perih seketika terhapus ketika kamu sapa aku dengan secuil "hai" dan sejumput "kangen". Tak lupa kamu selipkan sedikit kecupan dalam pesan singkatmu untuk membiarkanku membayangkan bagaimana rasanya dicium saat sedang dilanda rindu, walaupun kecupan itu hanya berupa pesan singkat. Itulah hari-hari yang kita jalani selama ini. Hubungan yang sebenarnya tak sehat tapi masih tetap kuperjuangkan. Detik-detik yang kita lewati tanpa kepastian, seakan kamu tak tahu perempuan ini mengharapkanmu memberi sedikit ruang untuk bernapas agar aku tidak kesesakan dalam hubungan yang serba tak pasti ini. Dua hari selama kamu pergi, aku menyimpan rindu yang tak kamu pahami. Entah mengapa, kamu begitu mudah mengabaikanku, sementara aku sangat sulit untuk tidak peduli padamu. Tetap kukirimkan kabar meskipun kutahu tak semua kabar itu akan berujung balas darimu. Tetap kuluapkan kalimat penyemangat, lewat voice note dengan suara yang kubuat semerdu mungkin, agar kau tak mendengar tangisku dan tetap bisa melewati harimu tanpa memikirkan kesedihanku selama ini. Dua hari ini kamu adalah sosok yang membuatku seringkali menggigil dan ketakutan. Aku mendapat kabar bahwa semakin banyak perempuan-perempuan yang menaruh hati padamu, yang menaruh perhatian terhadapmu bahkan perempuan yang masih terus menghubungimu yang membuatku semakin cemburu. Mengapa aku tidak bisa memamerkanmu sedahsyat itu di dunia nyata? Apa aku dilarang untuk bangga karena dekat dengan seorang pria tampan, gagah, baik dan mapan, yang bernama Andi Pradani? Apa kamu yang memang belum siap memamerkan perempuan biasa ini di lingkup sosialisasimu? Apa karena aku bukan perempuan yang pantas untukmu makanya aku tidak berhak atas semua hak yang begitu istimewa? Aku ini....tolol. Bisa-bisanya aku rela disembunyikan dalam status yang demikian rumit, yang bahkan tak membuatku kunjung memahami semua. Aku sadar, aku hanya perempuan biasa yang kamu jadikan tempat sampah, namun mengapa untuk berhenti selangkah saja, rasanya aku selalu takut tidak akan lagi menemukan pria yang seperti kamu? Dua hari ini, pengabaianmu juara nomor satu. Dan kamu berhasil membuatku takut, membuatku gelisah, membuat aku bertanya-tanya. Sebenarnya kamu anggap aku ini siapa? Jika memang kamu menjalani ini bukan karena cinta, lalu apa maksud dari semua kedekatan kita yang terjalin beberapa bulan ini? Jika memang ini bukan cinta, lalu apa arti genggaman tanganmu, yang tak ingin melepaskanku, ketika aku mengundurkan diri untuk memperjuangkanmu. - Dari Devella Eya yang terlalu mencintaimu -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar