Sabtu, 13 September 2014

Sampai Kapan Kita Bisa Bersama?

Akhir-akhir ini aku sulit tidur. Bukan banyak pikiran, hanya ada beberapa hal yang harus aku kerjakan. Salah satunya adalah kembali membuka pesan singkatmu di handphone, membacanya sambil tersenyum kecil dan mendengarkan suara lembutmu melalui voice note. Itulah yang biasa aku lakukan. Dan...akhir-akhir ini juga aku merasakan banyak perubahan terhadap dirimu. Aku merasakan banyak hal yang berubah, yang tadinya ada kini perlahan-lahan menghilang. Perhatian-perhatian kecil darimu semakin hari semakin sirna, perlakuan-perlakuan lembutmu tidak lagi kurasakan. Hmm...aku tau sayang, kamu begitu sibuk. Mungkin karena kesibukan itulah semua cara dan sikapmu berubah kepadaku, tidak seaktif dulu. Dulu disaat kamu pertama kalinya mengucap kata sayang kepadaku. Aaahh..sudahlah. Aku sudah terbiasa dengan sikapmu yang seperti ini. Sampai saat ini aku terus berjuang dan melewati yang memang tak pernah aku minta untuk terjadi. Seperti takdir, dia datang bagai pencuri, tanpa laporan ucapan permisi datang menghampiri. Ini bukan salahku, juga bukan salahmu. Aku sudah tau yang harus aku hadapi, lalu pantaskah mengeluh? Tidak. Sejauh ini perjuanganku memang tidak sia-sia, belum sia-sia (lebih tepatnya). Apa kamu membaca nada ketidakyakinan? Manusiawi jika manusia punya rasa tidak yakin, karena seluruh yang terjadi di kolong langit ini memang penuh ketidakpastian. Sayang. Masih tahankah kamu berjuang bersamaku sampai saat ini? Aku sudah bilang padamu, tidak perlu masuk kedalam terowongan yang tak punya ujung. Berkali-kali juga kukatakan, tidak perlu masuk ke lingkaran yang tidak kamu kenali setiap sudut-sudutnya. Kamu ternyata tidak seperti yang kubayangkan, kamu lebih kuat dan lebih tegar dari yang kukira. Kamu masih berjalan disampingku, menggenggam erat tanganku. Jadi, sudah berapa lamakah kita lewati hari bersama? Emh... tidak perlu dihitung. Kebersamaan bukanlah kalkulasi yang penuh dengan jawaban pasti. Kebahagiaan kita juga bukan ilmu hitung yang mutlak dan bisa dipecahkan secara jelas. Aku merasa kamarku lebih dingin dari biasanya. Kantong mataku menebal, entah siapa yang menyebabkan ini terjadi. Bukan salahmu sayang, sungguh. Dalam cinta, adakah kebodohan? Justru karena kebodohan itulah segalanya jadi nampak manis dalam kegelapan, terlihat mempesona dalam ketersesatan. Setelah semua yang kita lewati bersama, yakinkah ada tujuan yang jelas diujung sana? Sesudah beberapa tikungan yang kita lalui, akankah kita tidak akan bertemu tikungan yang lebih tajam? Tidak ada yang pasti. Kita hanya tau melangkah dan terus melangkah. Menikmati yang ada dikanan kiri, mempelajari yang ada di depan kita, dan menerima yang harus kita pasrahkan. Sampai kapan kita bersama? sampai kamu terbatuk-batuk diruang tamu, dan aku tergopoh-gopoh membawakan obat batuk untukmu? Sampai kapan kita bisa terus menyatu seperti ini? Sampai kamu tak mampu lagi mengintip matahari diluar jendela dan hanya bisa memelukku erat ketika bangun di pagi hari? Sampai kapan perasaan ini terus bertahan? Sampai kata "aku mencintaimu" terucap saat kamu mengecup nisanku atau sebaliknya aku yang mengecup nisanmu? Berjanjilah sayang, kita tidak akan berpisah dalam masalah apapun kecuali maut yang memisahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar